📓terjemahan kitab sirrul asror
📄Bab 19: haji ke mekah dan haji batin hakikat hati.
Menunaikan hajji menurut syariat ialah mengunjungi ka’abah di Makkah. Ada beberapa syarat berhubungan dengan ibadat hajji:
👉memakai ihram yaitu dua helai kain yang tidak di jahit menandakan pelepasan semua ikatan duniawi.
👉memasuki Makkah dalam keadaan berwuduk.
👉tawaf keliling ka’abah sebanyak tujuh kali tanda penyerahan sepenuhnya.
👉lari-lari anak dari Safa ke Marwah sebanyak tujuh kali.
👉pergi ke Padang Arafah dan tinggal di sana sehingga matahari terbenam.
👉bermalam di Musdalifah.
👉melakukan korban di Mina.
👉meminum air zamzam.
👉melakukan sembahyang dua rakaat di dekat tempat Nabi Ibrahim a.s pernah berdiri.
Bila semua ini di lakukan pekerjaan hajipun sempurna dan balasannya di akui. Jika terdapat kecacatan pada pekerjaan tersebut balasannya di batalkan. Allah Yang Maha Tinggi berfirman:
“Sempurnakan haji dan umrah karna Allah”.(Surah al-Baqarah, ayat 196).
Bila semua itu telah selesai banyak dari sesuatu yang berhubungan dengan keduniaan yang di waktu melakukan pekerjaan haji yang sebelumnya di larang maka di bolehkan kembali. Sebagai tanda selesainya pekerjaan hajji seseorang itu melakukan tawaf terakhir sekali lagi sebelum kembali pada kehidupan sehari hari
Ganjaran untuk orang yang mengerjakan haji di nyatakan oleh Allah dengan firman-Nya:
“Dan barang siapa masuk ke dalamnya amanlah maka dia, dan karna Allah mewajibkan atas manusia pergi ke rumah itu bagi yang mampuh untuk pergi ke sana”.(Surah al-‘Imraan, ayat 97).
Orang yang sempurna ibadat hajjinya selamat dari azab neraka. Itulah balasannya.
Pekerjaan haji kerohanian memerlukan persiapan yang besar dan mengumpulkan keperluan-keperluan sebelum memulai perjalanan. Langkah pertama ialah
mencari juru pandu, pembimbing, guru, seorang yang di kasihi, di hormati, yang di harapkan dan di taati oleh orang yang ingin menjadi murid itu. Pembimbing itulah yang akan membekali murid itu untuk mengerjakan haji kerohanian, dengan segala keperluannya.
Kemudian dia harus menyiapkan hatinya. Untuk menjadikannya sadar dengan mengucapkan kalimah tauhid
“La ilaha illa Llah”
dan mengingati Allah dan menghayati kalimah tersebut. Dengan ini hati menjadi sadar, atau hidup. Ia harus mengingat Allah dan terus menerus sehingga seluruh diri batin menjadi suci bersih dari selain Allah.
Setelah penyucian batin seseorang harus menyebutkan nama-nama bagi sifat-sifat Allah yang akan menyalakan cahaya keindahan dan kemuliaan-Nya. Di dalam cahaya itulah orang itu di harapkan dapat melihat ka’bah bagi hakikat rahasia. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim a.s dan anaknya Nabi Ismail a.s melakukan penyucian ini:
“Janganlah engkau sekutukan Aku dengan sesuatu apa pun dan bersihkan rumah-Ku untuk orang-orang tawaf, dan yang berdiri, dan yang rukuk, dan yang sujud”.(Surah al-Hajj, ayat 26).
Sesungguhnya ka’bah zahir yang ada di Makkah di jaga dengan bersih untuk para jama'ah hajji. Maka harus lebih lagi kesucian yang perlu di jaga terhadap ka’bah batin yang ke atasnya hakikat akan memancar.
Setelah persediaan itu pekerja haji batin menyelimuti dirinya dengan roh suci, mengubah bentuk kebendaannya menjadi hakikat batin, dan melakukan tawaf ka’bah hati, mengucap di dalam hati nama Tuhan yang kedua- “ALLAH”, nama yang khusus bagi-Nya. Ia bergerak dalam lingkaran karna jalan rohani bukan lurus tetapi dalam bentuk lingkaran. Akhirnya adalah permulaannya.
Kemudian ia pergi ke Padang Arafah hati, tempat batin merendahkan diri dan merayu kepada Tuhannya, tempat yang di harapkan seseorang dapat mengetahui rahasia
“La ilaha illa Llah”,
“Yang Maha Esa, tiada sekutu”.
Di sana ia berdiri mengucapkan nama ketiga “HU” bukan sendirian tetapi bersama-Nya karna Allah berfirman:
“Dia beserta kamu walau di mana kamu berada”.(Surah al-Hadiid, ayat 4).
Kemudian dia mengucapkan nama keempat “HAQ”, nama bagi cahaya Zat Allah – dan kemudian nama kelima “HAYYUN” – hidup Ilahi yang darinya hidup yang sementara muncul. Kemudian dia menyatukan nama Ilahi Yang Hidup Kekal Abadi dengan nama keenam “QAYYUM” – Yang Wujud Sendiri, yang bergantung kepada-Nya segala kewujudan.
Ini membawanya kepada Musdalifah yang di tengah-tengah hati.
Kemudian dia di bawa ke Mina, rahsia suci, intipati atau hakikat, di mana dia ucapkan nama yang ke tujuh “QAHHAR” – Yang Meliputi Semua, Maha Keras. Dengan kekuasaan nama tersebut dirinya dan kepentingan dirinya di korbankan. Tabir keingkaran di tiupkan dan pintu kebatilan di terbangkan.
Mengenai tabir yang memisahkan yang di cipta dengan Pencipta, Nabi s.a.w bersabda,
“Iman dan kufur wujud pada tempat di sebalik arasy Allah. Keduanya adalah hijab memisahkan Tuhan dari pemandangan hamba-hamba-Nya. Satu adalah hitam dan satu lagi putih”.
Kemudian kepada roh suci di cukurkan dari segala sifat kebendaan.
Dengan membaca nama Ilahi ke delapan “WAHHAB” – Pemberi kepada semua, tanpa batas, tanpa syarat – dia memasuki daerah suci bagi Zat. Kemudian dia mengucapkan nama kesembilan “FATTAH” – Pembuka segala yang tertutup.
Memasuki ke tempat penyerahan diri di mana dia tinggal mengasingkan diri, hampir dengan Allah, dalam keakraban dengan-Nya dan jauh dari segala yang lain, dia mengucapkan nama yang ke sepuluh “WAHID” – Yang Esa, yang tiada tara, tiada sesuatu menyamai-Nya. Di sana dia mulai menyaksikan sifat Allah “SAMAD” – Yang menjadi sumber kepada segala sesuatu. Ia adalah pemandangan tanpa rupa, tanpa bentuk, tidak menyerupai sesuatu.
Kemudian tawaf terakhir di mulai, tujuh putaran yang dalam tempoh tersebut dia mengucapkan enam nama-nama yang terakhir dan di tambah dengan nama ke sebelas “AHAD” – Yang Esa. Kemudian dia minum dari pada tangan keakraban Allah.
“Dan Tuhan mereka membuat mereka meminum minuman asli”.(Surah Insaan, ayat 21).
Cawan yang di dalamnya minuman ini di sediakan ialah nama yang kedua belas “SAMAD” – Sumber, yang menunaikan segala hajat, satu-satunya tempat meminta tolong.
Dengan meminum dari sumber ini dia melihat semua tabir tersingkap dari wajah keabadian. Dia melihat kepada-Nya dengan cahaya yang datang dari-Nya. Alam ini tiada persamaan, tiada bentuk, tiada rupa. Ia tidak mampu di terangi, di ibaratkan alam yang tidak ada mata pernah melihatnya, tiada telinga pernah mendengarnya dan tiada hati manusia yang ingat. Kalam Allah tidak di dengar dengan bunyi atau di lihat dengan tulisan. Kesukaan yang tiada hati manusia bisa merasakan kelazatan menyaksikan hakikat Allah dan mendengar perkataanya-Nya:
“Kecuali orang yang bertaubat dan beriman serta mengerjakan amal salih, maka pada mereka itu akan Allah ganti kejahatan-kejahatan mereka menjadi kebaikan”. (Surah al-Furqaan, ayat 70).
Kemudian pekerja haji itu di bebaskan dari semua perbuatan yang dari dirinya dan bebas dari ketakutan dan dukacita.
“Ketahuilah sesungguhnya pembantu-pembantu Allah, tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak akan mereka berduka cita”.(Surah Yunus, ayat 62).
Akhirnya tawaf selamat tinggal di lakukan dengan mengucapkan semua nama-nama Ilahi.
Kemudian pekerja hajji kembali ke rumahnya, ke tempat asalnya, bumi suci di mana Allah ciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik dan paling indah. Ketika kembalinya itu dia mengucapkan nama kedua belas “SAMAD”, perbendaharaan yang darinya semua keperluan makhluk di berikan. Itu adalah alam kehampiran Allah. Itulah tempat kediaman jama'ah hajji batin, dan ke sanalah mereka kembali.
Hanya itulah yang dapat di ceritakan sekedar lidah mampu ucapkan dan akal mampu terima. Selepas itu tiada berita yang boleh di beri karna selebihnya dari pada itu
tidak bisa di saksikan,
tidak dimengerti,
tidak mampu di fikir atau di terangkan. Nabi s.a.w bersabda,
“Ada ilmu yang tinggal tetap seumpama khazanah yang tertanam. Tiada yang bisa mengetahuinya dan tiada yang bisa mendapatkannya melainkan mereka yang menerima ilmu Ilahi”,
ttapi bila di perdengarkan kewujudan ilmu demikian, yang ikhlas tidak menafikannya.
Manusia yang memiliki pengetahuan biasa mengumpulkan apa yang harus di kumpulkan di permukaan. Orang yang memiliki ilmu ketuhanan mengeluarkan dasarnya. Hikmah kebijaksanaan orang arif adalah sebenar-benarnya rahasia bagi Allah Yang Maha Tinggi. Tiada yang tahu apa yang Dia tahu kecuali Dia sendiri.
“Sedang mereka tidak meliputi (sedikit pun) dari pada ilmu-Nya kecuali apa yang di kehendaki-Nya. Pengetahuan-Nya meliputi langit-langit dan bumi, dan memelihara keduanya tidaklah berat bagi-Nya”. (Surah al-Baqarah, ayat 255).
Mereka yang di rahmati, yang di kurniakan sebagian ilmu-Nya adalah nabi-nabi dan kekasih-Nya yang berjuang untuk datang hampir kepada-Nya. Firman-Nya:
“Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi”.(Surah Ta Ha, ayat 7).
“Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. Miliknyalah nama-nama yang sangat baik”.(Surah Ta Ha, ayat 8).
Dan Allah yang maha mengetahui.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar