Jumat, 12 November 2021

bab 2. Manusia Kembali Ke Asal Usul

 📓terjemahan kitab sirrul asror

📄bab 2. Manusia Kembali Ke Asal Usul


Manusia di pandang dari dua sudut yaitu: 

wujud lahiriah 

dan wujud rohani. 


Dalam segi kewujudan lahiriah keadaan kebanyakan manusia selalu mempunyai kelebihan dan kekuarangan masing masing di antara satu sama lain. Oleh karna itu peraturan kemanusiaan yang umum (ajaran syariat) harus di gunakan bagi semua manusia untuk urusan lahiriah mereka.  


Dalam sudut kewujudan rohani yang tersembunyi di balik wujud lahiriah, setiap manusia itu berbeda. Jadi, peraturan yang khusus mengenai diri  masing-masing di perlukan (ilmu tasawuf)

untuk meraih itu kerohanian

Manusia harus kembali kepada asalnya dengan mengikuti peraturan umum (ilmu syariat), dengan mengambil langkah-langkah tertentu. Dia harus mengambil peraturan agama yang jelas dan mematuhinya. Dengan demikian dia baru bisa maju ke depan. Dia harus meningkat dari satu peringkat ke peringkat yang lebih tinggi sehingga dia sampai dan memasuki jalan atau peringkat kerohanian, masuk ke wilaya makrifat. Peringkat ini sangat tinggi dan di puji oleh Rasulullah s.a.w, 

sabda beliou:

“Ada suasana yang semua dan segala-galanya berkumpul di sana dan itu adalah makrifat yang murni”


Untuk sampai ke peringkat tersebut Perlulah di buang kepura-puraan dan kepalsuan dalam melakukan kebaikan karna sifat suka pamer,  ibadah (harus ikhlas tanpa mengharap imbalan apapun dari allah ataupun dari mahluk) 


Kemudian dia perlu menetapkan tiga tujuan. Tiga tujuan tersebut sebenarnya adalah tiga jenis syurga. 

1 di namakan Ma’wa syurga tempat kediaman yang aman. Ia adalah syurga duniawi (ini adalah ilmu syariat)

2 Na’im – taman keridoan Allah dan karuniaNya kepada makhluk-Nya. Ia adalah syurga di dalam alam malaikat (ini adalah ilmu tarekat)

3 di namakan Firdaus – syurga alam tinggi. Ia adalah syurga pada alam kesatuan akal asbab, rumah kediaman bagi roh-roh, medan bagi nama-nama dan sifat-sifat (ini adalah ilmu makrifat)

semua ini adalah balasan yang baik, keelokan Allah yang manusia berjasad akan nikmati dalam usahanya sepanjang tiga peringkat ilmu pengetahuan yang berturut-turut yaitu:

1 usaha mematuhi peraturan syariat

di lanjutkan yang ke 

2 usaha menghapus yang berbilang bilang pada dirinya, melawan penyebab yang menimbulkan suasana berbilang-bilang itu, yaitu ego diri sendiri, untuk mencapai peringkat ke ⬇⬇⬇

3 yaitu penyatuan dan kehampiran dengan Pencipta.


akhirnya usaha untuk mencapai makrifat, di mana manusia mengenali Tuhannya. Peringkat pertama di 

namakan syariat, 

kedua tarekat 

dan ketiga makrifat.



Nabi Muhammad s.a.w menyimpulkan keadaan-keadaan tersebut (peringkat ke 3) dengan sabda baginda s.a.w, 

“Ada suasana di mana semua dan segala-galanya di kumpulkan dan ia adalah hikmah kebijaksanaan (makrifat)”. 


Baginda s.a.w juga bersabda, “Dengannya seseorang mengetahui kebenaran (hakikat), yang berkumpul di dalamnya sebab-sebab dan semua kebaikan. Kemudian harus bertindak atas kebenaran (hakikat) tersebut. juga perlu mengenali kepalsuan dan meninggalkan segala yang seperti itu”. 

Baginda s.a.w mendoakan, 

“Ya Allah, tunjukkan kepada kami yang benar dan jadikan pilihan kami mengikuti yang benar itu. Dan juga tunjukkan kepada kami yang tidak benar dan permudahkan kami meninggalkannya”. 


Orang yang kenal dirinya dan menentang keinginannya yang salah dengan segala kekuatannya akan sampai pada mengenali Tuhannya dan akan menjadi taat kepada kehendak-Nya.


Semua ini adalah peraturan umum yang mengenai diri zahir manusia. Kemudian ada pula aspek diri rohani atau diri batin manusia yang merupakan insan yang sungguh suci bersih dan murni. Maksud dan tujuan diriNya hanya satu yaitu kehampiran secara keseluruhan kepada Allah s.w.t. Satu cara saja untuk mencapai suasana itu, yaitu pengetahuan tentang yang sebenarnya (atau hakikat). Di dalam daerah wujud penyatuan mutlak, pengetahuan ini di namakan kesatuan atau keesaan.


tujuan pada jalan tersebut harus ada di dalam kehidupan ini. Di dalam suasana itu tiada beda di antara tidur dan jaga karena di dalam tidur roh berkesempatan membebaskan dirinya untuk kembali kepada asalnya, alam arwah, dan dari sana kembali lagi ke jasad dengan membawa berita-berita dari alam ghaib. Fenomena ini di namakan mimpi. Dalam keadaan mimpi ia terjadi secara sebagian-sebagian. Ia juga bisa terjadi secara menyeluruh seperti israk dan mikraj Rasulullah s.a.w. 

Allah berfirman:


اَللّٰهُ يَتَوَفَّى الْاَنْفُسَ حِيْنَ مَوْتِهَا وَالَّتِيْ لَمْ تَمُتْ فِيْ مَنَامِهَا ۚ فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضٰى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْاُخْرٰىٓ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّىۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ




allāhu yatawaffal-anfusa ḥīna mautihā wallatī lam tamut fī manāmihā, fa yumsikullatī qaḍā 'alaihal-mauta wa yursilul-ukhrā ilā ajalim musammā, inna fī żālika la`āyātil liqaumiy yatafakkarụn




Artinya:


Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran) Allah bagi kaum yang berpikir. (QS. Az Zumar : 42)




Nabi s.a.w bersabda, “Tidur orang alim lebih baik dari pada ibadat orang jahil”. 


Orang alim adalah orang yang telah memperoleh pengetahuan tentang hakikat atau ilmu yang sebenarnya, yang tidak berhuruf, tidak bersuara. Pengetahuan demikian di peroleh dengan terus menerus berzikir nama keesaan Yang Maha Suci dengan lidah rahsia. 


Orang alim adalah orang yang zat dirinya di tukar menjadi cahaya suci oleh cahaya keesaan. Allah berfirman melalui rasul-Nya:

“Insan adalah rahsia-Ku dan Aku rahsianya. 


Pengetahuan batin tentang hakikat roh adalah rahasia dari rahasia-rahasia-Ku. Aku karuniakan ke dalam hati hamba-hamba-Ku yang baik-baik dan tiada siapapun yang mengetahui Keadaannya melainkan Aku.”


“Aku sebagaimana hamba-Ku mengenaliku. Bila dia mencari-Ku dan ingat kepada-Ku, Aku besertanya. Jika dia mencari-Ku di dalam, Aku mendapatkannya dengan Zat-Ku. Jika dia ingat dan menyebut-Ku di dalam jemaah yang baik, Aku ingat dan menyebutnya di dalam jemaah yang lebih baik”.


Segala yang di katakan di sini jika berhasrat mencapai ilmunya maka harus melakukan tafakur – cara mendapatkan pengetahuan yang demikian jarang di gunakan oleh orang banyak

Nabi s.a.w bersabda, 

“Satu saat bertafakur lebih bernilai dari pada satu tahun beribadat”. 

“Satu saat bertafakur lebih bernilai dari pada tujuh puluh tahun beribadat”. 

“Satu saat bertafakur lebih bernilai dari pada seribu tahun beribadat”.


Nilai sesuatu amalan itu tersembunyi di dalam hakikat yang sebenarnya. Perbuatan bertafakur di sini nampaknya mempunyai nilai yang berbeda.


siapa merenungi sesuatu perkara dan mencari penyebabnya dia akan mendapati setiap bagian mempunyai bagian-bagian sendiri dan dia juga mendapati setiap satu itu menjadi penyebab dari berbagai perkara lain. Renungan begini bernilai satu tahun ibadat.


siapa merenungi pengabdiannya dan mencari penyebab dan alasan dan dia dapat mengetahuinya, maka renungannya bernilai lebih dari tujuh puluh tahun ibadat.


siapa merenungkan hikmah kebijaksanaan Ilahi dan bidang makrifat dengan segala kesungguhannya untuk mengenal Allah Yang Maha Tinggi, renunganya bernilai lebih dari seribu tahun ibadat karena ini adalah ilmu pengetahuan yang sebenarnya.


Pengetahuan yang sebenarnya adalah suasana keesaan. Orang arif yang mencintai itu menyatu dengan yang di cintainya. Dari alam kebendaan terbang dengan sayap kerohanian meninggi hingga kepada puncak pencapaian. Bagi ahli ibadat berjalan di dalam syurga, sementara orang arif terbang hingga pada kedudukan berjumpa dengan Tuhannya.

 Para pencinta mempunyai mata pada hati mereka

 mereka memandang sementara yang lain terpejam

 sayap yang mereka miliki tanpa daging tanpa darah

 mereka terbang ke arah malaikat Tuhan jualah yang dia cari


Penerbangan ini terjadi di dalam alam kerohanian orang arif. Para arifbillah mendapat penghormatan di panggil insan sejati, menjadi kekasih Allah, sahabat-Nya yang akrab, pengantin-Nya. 

Bayazid al-Bustami berkata, 

“Para Pemegang makrifat adalah pengantin Allah Yang Maha Tinggi”

(📝yang maha tinggi di sini adalah allahnya, bukan pengantinya, cerdaslah memahami ketiadaanmu, dan jangan mengaku ngaku menuruti nafsumu)


Hanya pemilik 'pengantin yang pengasih’ yang mengenali mereka dengan dekat dan secara mesra. Orang-orang arif yang menjadi sahabat akrab Allah, walaupun sangat cantik, tetapi di tutupi oleh keadaan luar yang sangat sederhana, seperti manusia biasa. Allah berfirman melalui rasul-Nya:

“Para sahabat-Ku tersembunyi di bawah kubah-Ku. Tiada yang mengenali mereka kecuali Aku”.


Kubah yang di bawahnya Allah sembunyikan sahabat-sahabat akrab-Nya adalah keadaan mereka yang tidak terkenal, rupa yang biasa saja, sederhana dalam segala hal.  Bila melihat pengantin yang di tutupi oleh tabir perkahwinan, apakah yang dapat di lihat kecuali tabirnya itu? (inilah makna nika batin)


Yahya bin Muadh al-Razi berkata, “Para kekasih Allah adalah air wangi Allah di dalam dunia. Tetapi hanya orang-orang yang beriman yang benar dan jujur saja dapat menciumnya”. Mereka mencium keharuman baunya lalu mereka mengikuti bau itu. Keharuman itu mewujudkan kerinduan terhadap Allah dalam hati mereka. Masing-masing dengan cara tersendiri mempercepat langkahnya, menambah usaha dan ketaatannya. Darjah kerinduannya, keinginannya dan kecepatan perjalanannya bergantung kepada seberapa ringan beban yang di bawanya, sejauh mana dia telah melepaskan diri kebendaan dan keduniaannya. Semakin banyak seseorang itu menanggalkan pakaian dunia yang kasar ini semakin dia merasakan kehangatan. Penciptanya dan semakin hampir kepada permukaan akan  muncul diri rohaninya. perjumpaan dengan yang sebenar (hakikat) bergantung kepada sejauh mana seseorang itu melepaskan kebendaan dan keduniaan yang menipu  dan memperdayanya.


Pelepasan aspek yang berbilang-bilang pada diri membawa seseorang berjumpa dengan satu-satunya kebenaran (allah). Orang yang akrab dengan Allah adalah orang yang telah membawa dirinya kepada keadaan kekosongan. Hanya setelah itu barulah dia dapat melihat wujud yang sebenarnya (hakikat). Tidak ada lagi kehendak pada dirinya untuk sembarangan memilih. Tiada lagi ‘aku’ yang tinggal, kecuali kewujudan satu-satunya yaitu yang sebenarnya (hakikat). Walaupun berbagai karomah yang muncul melalui dirinya sebagai bukti kedudukannya, tapi dia merasa tidak ada sangkut pautannya dengan semua itu. Di dalam suasananya dia tidak membuka rahasia-rahasia  (tidak menceritakan yang di lihat mata batinya) karna membuka rahasia Ilahi adalah kekufuran.


Di dalam buku yang bertajuk “Mirsad” di tuliskan, ‘Semua orang yang karomah zahir terjadi melalui mereka itu di tutup dari dirinya dan dia tidak memperdulikan keadaan tersebut. Bagi mereka masa kekeramatan yang muncul melalui mereka di anggap sebagai masa perempuan keluar darah haid. Wali-wali yang hampir dengan Allah perlu mengembara sekurang-kurangnya seribu peringkat, yang pertamanya ialah pintu kekeramatan. Hanya mereka yang dapat melepas pintu ini tanpa di cederakan akan meningkat kepada peringkat-peringkat lain yang lebih tinggi. Jika mereka lalai maka mereka tidak akan sampai ke mana-mana


 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar