Terjemahan kitab Al-mashaya Lil Ibnu arobi
(Wasiat / pesan pesan Ibnu arobi)
Bab 4 Wasiat Ihwal Prasangka Baik Kepada Tuhan
Berbaik sangkalah kepada Tuhanmu dalam setiap keadaan. Dan janganlah berburuk sangka, sebab engkau tidak tahu, apakah engkau berada pada akhir hayatmu dalam setiap tarikan napas yang keluar darimu, dan kemudian engkau meninggal serta menemui Allah dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah, bukan dalam keadaan berburuk sangka kepada-Nya. Engkau tidak tahu bahwa mungkin saja Allah menggenggamu pada suatu tarikan napas yang keluar darimu itu.
Tinggalkanlah perkataan orang yang menampakkan prasangka buruk dalam hidupmu dan memperlihatkan prasangka baik kepada Allah di saat kematian menyongsongmu. Yang demikian ini tidak di kenal di kalangan para ulama yang sungguh-sungguh mengenal Allah, karena mereka bersama Allah dalam setiap tarikan napas mereka. Di dalam prasangka baik itu terdapat faedah dan pengetahuan tentang Allah, yakni bahwa engkau telah memenuhi dan menunaikan hak-Nya. Hak Allah atas dirimu ialah bahwa engkau beriman kepada firman-Nya:
"Dan kami jadikan kamu dalam keadaan tidak mengetahui"
(QS. Al-Waqiah, 56-61).
Mungkin saja Allah menjadikanmu dalam suatu tarikan napas yang menurutmu bisa menyebabkan kematianmu. Engkaupun lantas kembali kepada-Nya, padahal, ketika itu, engkau tengah berprasangka buruk kepada Tuhanmu dan menemui-Nya dalam keadaan demikian. Diriwayatkan dari Rasulullah saw.
Tentang apa yang di riwayatkan dari Tuhannya, bahwa Dia berfirman:
“Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Karena itu, berbaik-sangkalah kepada-Ku”
Dan berprasangka baik tidaklah khusus berlaku hanya pada waktu tertentu saja. Jadikanlah prasangkamu kepada Allah sebagai pengetahuan bahwa Dia akan memaafkanmu dan menyerumu kepada prasangka ini sesuai dengan firman-Nya:
"Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas kepada diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah"
(QS. Az-Zumar, 39-53).
Tidak ada yang mencegahmu dari hal itu, melainkan kamu harus mengakhirinya. Dia telah berfirman dalam Al-Quran. Firman-Nya adalah benar, dan tidak mengalami penghapusan (atau perubahan). Sekiranya firman Allah mengalami penghapusan (perubahan), maka hal itu adalah dusta belaka, padahal Allah mustahil berdusta. Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah mengampuni dosa seluruhnya.
Ampunan itu tidak di khususkan pada dosa tertentu saja. Bahkan, Dia menegaskan dengan firman-Nya:
Seluruhnya. Kemudian Dia melanjutkan firman-Nya:
'Sesungguhnya Dia. Di sini di sebutkan kata ganti yang kembali kepada-Nya, yakni Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
(QS. Az-Zumar : 53-54).
Rahmat-Nya mendahului murka-Nya.
Demikian pula Dia berfirman:
Orang yang melampaui batas. Dia tidak menyebutkan siapa saja yang melampaui batas itu, melainkan menggunakan ism naqish, yang mencakup setiap orang yang melampaui batas.
Kemudian, al-‘ibid (hamba-hamba) di idha-fat-kan kepada-Nya, karena mereka adalah hamba-hamba-Nya, sebagaimana di sebutkan dalam firman-Nya tentang hamba yang saleh, Nabi ‘Isa, as.:
"Jika engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu"
(QS. Al-Maidah : 5-118).
Dia menisbatkan mereka kepada-Nya. Dan keluhuran penisbatan kepada Allah SWT cukuplah sudah di katakan sebagai kemuliaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar