Selasa, 02 November 2021

0226 nafsu

 terjemahan kitab

ar-Risalatul-Qushayriyya (Abul Qasim Abdul Karim bin Hawazin al- Qusyairy)

bab 2 makna rahasia istilah dalam tasawuf

judul ke 26 Nafsu



Nafsu syai’ dalam bahasa Arab adalah wujud sesuatu (jati diri). Sedangkan menurut kauf Sufi adalah 

“Ucapan kata nafs bukan di maksudkan sebagai wujud, acuan masalah” 

Yang mereka maksudkan dangan nafs adalah sesuatu yang tercela dalam sifat-sifat hamba, akhlak dan perbuatannya.


Perilaku tercela dari sifat-sifat hamba terbagi menjadi dua yaitu:

Pertama, bersifat upaya dari hamba, seperti perbuatan maksiat dan pengingkaran terhadap perintah dan larangan. 

Kedua, budi pekertinya yang buruk dalam dirinya yang tercela. Maka terapi dan penyembuhannya pada diri hamba adalah berjuang melawan kehinaan perilaku tersebut yang telah menjadi kebiasaan sehari-hari.

Singkatnya yaitu:

1 sifat buruk

2 tindakan yang buruk


Pada sifat yang pertama, termasuk hukum-hukum nafsu adalah hal-hal yang di larang setara dengan keharaman atau larangan yang besifat di benci. Sedangkan pada sifat kedua, berupa keburukan dan kehinaan akhlak. Inilah batasan globalnya. Kemudian rinciannya, seperti takabur, amarah, dendam, dengki, buruk akhlak, sedikit bersyukur, dan yang lainnya. Yang tergolong akhlak tercela.


Hukum nafsu terburuk adalah berupa khayalan bahwa sesuatu perbuatan yang muncul dari nafsu di anggap baik. Atau perbuatan nafsu itu sebagai bagian takdir. Karena itulah perbuatan nafsu seperti itu tergolong syirik khafy atau syirik yang samar. Karena itu, terapi akhlak dalam menyingkirkan nafsu lebih penting dari pada berlapar-lapar, haus atau berjaga (tanpa tidur) dan sebagainya yang mengandung unsur penyusutan kekuatan fisik.


Walaupun cara seperti itu juga termasuk meninggalkan kesenangan nafsu.

Nafsu itu sendiri merupakan nuansa lembut yang ada dalam hati, sebagai tempat akhlak yang tercela. Sebagaimana ruh yang merupakan nuansa lembut dalam hati namun sebagai tempat akhlak terpuji. Dalam gambaran yang umum, masing-masing saling menundukkan. Semuanya, merupakan bagian dari kesatuan manusia. Eksistensi ruh dan nafsu tergolong wadag lembut dalam rupa, sebagaimana eksistensi malaikat dan setan, dengan sifat-sifat kelembutan.


Seperti benarnya:

mata sebagai tempat memandang, 

telinga sebagai tempat mendengar, 

hidung sebagai tempat penciuman, 

mulut sebagai tempat rasa, 

maka, begitupun orang yang mendengar, yang melihat, yang mencium dan yang merasakan, semuanya termasuk dalam bagian manusia. Demikian pula, tempat sifat-sifat yang terpuji, tempatnya adalah hati dan ruh. Sedangkan sifat-sifat tercela tempatnya adalah nafsu. Nafsu sendiri sebagai bagian dari keseluruhan tersebut, begitu pula hati, hukum dan nama, kembali pada keseluruhan kesatuan sosok manusia.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar