Terjemahan kitab Minah assaniyyah
(Sayyid ‘Abdul Wahhab As-Sya’rani, dari wasiyat tuan gurunya yang ma’rifat billahi Ta’ala yaitu Syaikh Abu Ishaq Ibrahim Al-Matbuliy)
wasiat ke 15
Malu dan bertatakramah
(وَالْزَمْ الْحَيَاءَ)
أى الحياء الشرعي . فإنه من الإمان
“Hendaklah engkau senantiasa merasa malu”
Maksudnya malu secara Syar’iy, karena hal itu merupakan bagian dari iman.
وقد قالوا : العبادة اثنان وسبعون بابا أحد وسبعون فى الحياء من الله تعالى وواحد فى جميع أنواع البر،
‘Ulama’ salaf berkata; “’Ibadah memiliki 72 pintu, yang 71 pintu ada pada rasa malu kepada Allah Ta’ala, dan yang satu pintu ada pada segala macam ‘amal kebajikan”.
وفى الحديث : "استحيوا من الله تعالى حق الحياء" . قالوا : إنا نستحي يا رسول الله والحمد لله . قال : "ليس ذلك، ولكن من استحيا من الله تعالى فليحفظ الرأس وما وعى والبطن وما حوى وليذكر الموت والبلى، ومن أراد الآخرة ترك زينة الحيات الدنيا فمن فعل ذلك فقد استحي من الله تعالى حق الحياء".
Dalam sebuah hadits di sebutkan; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; “Malulah engkau kepada Allah Ta’ala dengan sebenar-benar malu”. Mereka (para Sahabat) berkata; Wahai Rasulallah, sesungguhnya kami malu, alhamdulillah. Beliau menjawab: “Bukan demikian, tetapi barang siapa yang malu kepada Allah Ta’ala dengan sebenar-benar malu, hendaklah ia menjaga kepala dan apa yang di kandungnya, menjaga perut dan apa yang di tampungnya, hendaklah ia mengingat kematian dan kebinasaan, barang siapa yang menginginkan akhirat, hendaklah ia meninggalkan perhiasan dunia. Barang siapa yang melakukan itu semua, ia telah malu kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan sebenar-benar malu”.
وكان الفضيل رحمه الله يقول : خمس من علامات الشقاء : القسوة فى القلب وجمود العين وقلة الحياء والرغبة فى الدنيا وطول الأمل .
Fudlail bin ‘Iyad rahimahullahu Ta’ala berkata; “Tanda-tanda orang celaka ada lima; Berhati keras (tidak mau menerima nasehat), bermata beku (tidak mau melihat kebenaran), sedikit memiliki rasa malu, cinta kemewahan dunia dan panjang angan-angan”.
وكان الثري رحمه الله يقول : إن الحياء والأنس يطرقان القلب، فإن وجدا فيه الزهد والورع حطا وإلا رحلا، وعلامة المستحي عدم وقوعه فى الذنب . قلت : لعل المراد بعدم الوقوع عدم الإصرار .
Syiakh As-Tsary rahimahullahu Ta’ala berkata; “Sesungguhnya rasa malu dan bahagia senantiasa mengetuk hati, lalu apabila keduanya menemukan zuhud dan wira’ maka ia akan tinggal di dalamnya, jika tidak, maka ia akan pergi. Dan tanda-tanda orang yang malu adalah ia tidak menjerumuskan dirinya ke dalam perbuatan dosa”. Aku berkata; Mungkin yang di maksud dengan tidak menjerumuskan diri ke dalam perbuatan dosa ialah; Tidak terus-menerus berbuat dosa.
وقد سئل سيدى على المرصفى رحمه الله تعالى عن معنى قولهم : لا يكون المريد مستقيما فى التوبة حتى لا يكتب عليه ملك الشمال ذنبا عشرين سنة، هل المراد أنه لا يقع فى معصية أصلا أم المراد أنه لا يصر بل يتوب ويستغفر على الفور؟
فقال : "المراد الثانى، لأن المريد الصادق إذا وقع فى الذنب بادر إلى التوبة والإستغفار فانمحى عند ذلك الذنب على الأثر فلا يجد الملك شيئا يكتبه لأنه يمكث أكثر من ساعة لعل العبد يتوب ويستغفر، فإذا ندم العبد واستغفر ترك الملك كتابة الذنب" .
Tuanku ‘Aly Al-Murshifi rahimahullahu Ta’ala pernah di tanya tentang makna pernyataan para ‘ulama’; “Seorang murid tidak akan lurus dalam bertaubat hingga malaikat yang ada di sebelah kirinya tidak mencatat suatu selama 20 tahun”, Apakah yang di maksud adalah seorang murid yang sama sekali tidak pernah terjerumus kedalam perbuatan maksiat, atau apakah ia tidak terus-menerus mengerjakan, tapi ia bertaubat dan beristighfar dengan segera?
Beliau menjawab; “Yang di maksud adalah yang kedua, karena murid yang bersungguh-sungguh apa bila terjerumus ke dalam suatu dosa, ia segera bertaubat dan beristighfar hingga bekas dosanya terhapus, dan malaikat tidak menemukan suatu apapun yang dapat di catatnya, karena malaikat yang di tugaskan mencatat dosa, diam (tidak langsung mencatatnya) lebih lama dari satu jam (menunggu) barang kali hamba itu akan bertaubat dan memohon ampun, apa bila seorang hamba merasa menyesal dan memohon ampun kepada Allah Ta’ala (diantara waktu tersebut), maka malaikat meninggalkan untuk mencatat dosa tersebut”.
ثم لايخفى أن الملكين لا يكتبان إلا المعاصي القولية والفعلية إذا تلفظ بها صاحبها أو قال : فعلت كذا وكذا لقوله تعالى فيهما : "كراما كاتبين يعلمون ما تفعلون". والعلم غير الكتابة، فافهم .
Dan tidak di ragukan lagi bahwa kedua malaikat tersebut tidak akan mencatat kecuali perbuatan maksiat yang berupa ucapan dan perbuatan apa bila pelakunya mengatakan kemaksitan tersebut, atau berkata; Aku telah berbuat begini dan begitu, berdasarkan firman Allah Ta’ala mengenai keduanya; “Seungguhnya bagi kamu ada (malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang muliya (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Infithar 10-12). Mengetahui bukanlah mencatat. Fahamilah!.
(وَ) الزم أيضا يا أخي (الْأَدَبَ)
“Dan hendaklah engkau senantiasa berlaku sopan santun”
فقد قالوا : لا ينبغي للرجل أن يطلب العلم والحديث حتى يعمل فى الأدب عشرين سنة،
‘Ulama’ salaf berkata; “Tidaklah di anjurkan bagi seseorang untuk mencari ‘ilmu dan hadits hingga ia berlaku sopan santun adab selama 20 tahun”.
وقالوا : كاد الأدب أن يكون ثلثي الدين،
‘Ulama’ salaf berkata; “Adab sopan santun hampir mencapai 2/3 dari masalah agama”.
وقالوا : من ترخص فى الأدب رجع من حيث جاء،
‘Ulama’ salaf berkata; “Barang siapa yang menyepelekan adab, hendaklah ia kembali ketempat semula dari mana ia datang”.
وقالوا : من لا أدب له فلا شريعة له ولا إيمان ولا توحيد،
‘Ulama’ salaf berkata; “Barang siapa tidak memiliki adab, maka baginya tidak ada syari’at, tidak ada iman dan tidak ada tauhid”.
وقالوا : العبد يصل بعبادته إلى الجنة ولا يصل إلى حضرة الله تعالى إلا بالأدب فى العبادة ومن لم يراع الأدب فى طاعته فهو محجوب عن ربه تعالى،
‘Ulama’ salaf berkata; “Seorang hamba bisa sampai ke surga dengan ‘ibadahnya, namun ia tidak akan bisa sampai ke hadirat Allah Ta’ala kecuali dengan beradab dalam ber’ibadah, dan barang siapa yang tidak menjaga adab dalam keta’atannya, maka ia akan terhijab dari Allah Ta’ala”.
وقالوا : ترك الأدب موجب للطرد، فمن أساء الأدب على البساط رد إلى الباب، ومن أساء الأدب على الباب رد إلى سياسة الدواب،
‘Ulama’ salaf berkata; “Meninggalkan adab dapat menyebabkan terlempar, maka barang siapa yang buruk adabnya saat menginjak permadani kerajaan, ia akan terlempar kepintu gerbang, dan barang siapa yang buruk adabnya saat berada di pintu gerbang, ia akan terlempar ketempat pelatihan binatang”.
وقالوا : ما وصل أولياء الله تعالى إلى ما وصلوا بكثرة الأعمال، وإنما وصلوا بالأدب وحسن الخلق, فاعلم ذلك يا أخي .
Dan ‘Ulama’ salaf berkata; “Para wali Allah Ta’ala tidaklah sampai pada derajat yang mereka capai dengan banyaknya ‘amal, akan tetapi mereka mancapainya dengan adab dan budi pekerti yang baik”. Ketahuilah hal itu wahai saudaraku!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar