kajian kitab barencong (datu sanggul)
Dalam pelajaran atau pengajian-pengajian kita yang terdahul sudah kita jelaskan / kita sampaikan, titik tujuan pelajaran dan ilmu tasawuf adalah menuju jalan kembali kepada Allah dan supaya liqo/ bertemu Allah, maka jalan bagi salik/ penuntut haruslah di mulai dengan mempelajari dan mengamalkan tauhidul af’al, artinya : meng-esakan Allah Ta’ala pada segala perbuatan, yakni meninggalkan seluruh perbuatan yang ada pada makhluk ini kepada Allah.maksudnya pandanganlah olehmu dengan syuhud hati dan dengan mata mata kepala dengan itikad yang putus dan dengan haqqul yakin, bahwa segala perbuatan dan gerakan yang ada terlihat dalam ala mini, baik yang datang dari diri kita sendiri maupun yang datang dari semua mahluk yang ada dalam alam ini : baik perbuatan yang di ridhoi oleh syara maupun yang di larang oleh syara adalah kesemuanya itu perbuatan Allah Ta’ala.
Memang itu perbuatan Allah, maka kalau kita lihat pada lahirnya segala perbuatan itu di lakukan oleh manusia atau si hamba dan segala hayawan dan lain-lain sebagainya. Tetapi namun kita teliti dengan cermat dan dengan penuh keyakainan dan dengan tinjauan akal, dengan seksama bahwasanya memang mahluk ini lemah, daif, hina tak punya daya upaya sama sekali. Dan tidak punya sifat ta’sir dan sebagainya. Sedangkan segala pebuatan itu tidak akan ada kalau sifat yang memperbuat itu tidak memiliki sifat-sifat tersebut.
Sifat-sifat ta’sir itu ialah
Qudrat,
Iradat,
ilmu,
hayat
dan semua sifat-sifat itu ialah milik Allah. Jadi segala perbuatan yang ada terlihat pada alam ini dan diri kita, itulah perbuatan mazazi belaka, dan bukan hakiki. Itu adalah majhor dan kenyataan perbuatan Allah kepada kita.
☀️ikhtiar hamba.
Allah menyandarkan perbuatannya kepada kita, adalah tanda kasih sayangnya, supaya kita punya titik dan penempatan mengenal perbuatan Allah dan ZATnya. Di samping itu juga merupakan cobaan dan ujian kepada kita, apakah kita sanggup memandang perbuataan Allah, atau menjadi orang buta dan sirik, mengakui kekuatan dan perbuatan allah padahal allah sendirilah yang lahir dan bathin, yang luar dan dalam.
Kenyataan dan kejahiran perbuatan Allah kepada hambanya, inilah oleh kaum sufi di sebut usaha ihtiar hamba. Dan disinilah takluknya hukum syara’
SYEH WAHAB SYAHRANI berkata:
beliau ada mendengar dari syaidina ALI AL HAWAS yang berkata:
"Wajib bagi hamba meng’itiqadkan bahwa segala perbuatan dan usaha ikhtiar hamba, sama sekali tidak memberi bekas dengan sekira-kira takwin dan atsar"
Lebih jauh beliau berkata:
"Allah menghendaki mengadakan suatu harakat atau yang di sebut gerak perbuatan, maka tidak akan ada ujunya kecuali pada maddah atau tempat yang menerima hukum yang di maksud yaitu mustahil ada ujud gerak atau perbuatan tanpa ada maddah itu"
Maka yang di jadikan maddah atau tempat menzahirkan perbuatan Allah itu, adalah hamba dan lain-lainnya. Itulah sebabnya di pandang ada segi lain, ada perbuatan hamba. Sangat banyak sekali penjelasan dalam Al qur’an dan hadits-hadits nabi yang memberikan keterangan2 bahwa hamba atau mahluk ini sama sekali tidak punya perbuatan. Antara lain:
WALLAHU KHOLAQOKUM WAMAA TA’MALUN
artinya : Allah yang menjadikan kamu dan segala perbuatan kamu. (surah as shaa ayat 96).
Dan lagi ayat yang berbunyi:
WAMAA ROMAITA IZROMAITA WALAKINNALAHA HAROMA
Artinya: Hai Muhammad bukanlah engkau yang melempar di kala engkau melempar, tapi Allahlah yang melempar di kala engkau melempar. ( surah anfaal 17 ).
Jadi untuk kemantapan pandangan kita, kita harus selalu melatih diri dengan tidak bosan bosannya mensyuhud perbuatan Allah Ta’ala Azzawazalla.
seharusnya kita dalam hidup ini tidak hanya melihat yang tersurat saja, tetapi juga yang tersirat. Dengan basyirah hati kita ini,
biar saja mata melihat perbuatan alam, namun dalam hati melihat perbuatan Allah.
Biar saja telinga mendengar alam, namun hati kepada Allah.
Biar saja mulut mengatakan perbuatan si A si B dan si C, namun hati tetap tercurah kepada Allah.
contoh:
sekedar untuk mendekatkan kepada Allah (kepada faham). Bahwa alam KEAKUAN yang kita lihat ini dengan bermacam-macam corak dan ragam, hendaknya tak ubahnya laksana kita melihat bayang bayang yang mana hati kita akan tertuju kepada yang punya bayang bayang itu. Tidak mungkin bergerak bayang bayang, tanpa bergerak yang punya bayang bayang.
Jadi kesimpulannya adalah : tiada yang hidup, tiada yang tahu, tiada yang kuasa, tiada yang berkehendak dan tiada yang berkata-kata pada hakikatnya melainkan Allah Ta’ala. Adapun zahir sifat ini kepada mahluk adalah tempat memandang sifat sifat Tuhan yang zahir pada mahluk, yakni bayang bayang sifat tuhan kepada hamba. Seperti ujud kita adalah bayang bayang wujud Allah Ta’ala. Mustahil adanya bayang dengan tanla adanya yang mempunyai empunya bayang bayang Dan mustahil pula bergerak bayang bayabg dangan tiada bergerak yang empunya bayang bayang.
contoh ini untuk kemantapan pandangan bahwa mahluk ini tiada mempunyai perbuatan apapun, dan perbuatan yang ada dalam alam ini adalah semuanya perbuatan Tuhan Allah semata-mata.
Dan jika engkau sangka ada perbuatan lainnya dari pada perbuatan allah, walaupun sebesar zarroh, maka seketika itu sirik lah engkau, artinya : mensekutukan Tuhan dengan yang lainnya, (syirik khafi).
Demikianlah orang yang hendak meng-esakan Allah Ta’ala pada Af’al atau perbuatan, tanamkanlah keyakinan kita itu ke dalam lubuk jiwa yang sangat mendalam. sampai tidak bergeser walau sebesar zarrohpun, kalau sudah mantap pandangan akan Af’al Allah Ta’ala maka manunggallah perbuatanmu (manunggal dalam rahasia) dengan Af’al-Nya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar