Sabtu, 26 Maret 2022

Adabul Insan : Pasal Keempat Belas & Kelima Belas

 





KITAB  ADABUL INSAN

Oleh:  Sayid Usman bin Abdullah bin Aqil bin Yahya Al Alawi


Pasal yang Keempatbelas: Adab Mengantar Jenazah yaitu Kurung Batang Orang Mati

Bermula sunah berjalan di hadapan jenazah dan di sampingnya dengan diam jangan bercerita satu sama lain melainkan masing-masing dengan kelakuan orang yang dapat kesusahan dan masing-masing beringat bahwa ia juga nanti dapat mati supaya ia boleh bertobat dari segala dosa dan tiada ada lagi niat hendak membuat kejahatan.
Sebagai lagi tiada sunah membaca tahlil dengan suara keras-keras di jalanan malahan itu menjadi suatu penontonan (tontonan, pen) pada lain bangsa melainkan jikalau ia hendak tahlil atau mendoakan mayit maka itu dengan pelahan-lahan saja.
  


Pasal  yang Kelima belas: Adab Puasa Bulan Ramadhan

Bermula wajib atas kita mengetahui lebih dahulu  di sini  aturan masuk keluar bulan dalam hukum agama. Bermula itu bulan Islam ada yang hari-harinya tiga puluh dan ada yang dua puluh sembilan maka tiada ada yang tiga puluh satu atau yang dua puluh delapan. Adapun aturan almanak yang dipakai buat menentukan tiap-tiap sehari bulan di dalam perkara dagang atau kawin, maka yaitu berganti satu bulan tiga puluh hari dan satu bulan dua puluh sembilan hari.
Tetapi, di dalam perkara puasa dan lebaran, maka agama tiada pakai itu almanak atau hisab palak buat menentukan sehari bulan dan juga agama tiada menentukan hari-harinya suatu bulan yang akan datang, melainkan yang agama pakai yaitulah wajib melihat bulan jua. Maka apabila kelihatan suatu bulan di dalam suatu malam, maka malam ketiga puluhnya jika dapat kelihatan bulan yang baru, maka ketiga inilah diketahui bahwa bulan yang telah lalu itu harinya dua puluh sembilan saja. Adapun jikalau malam tiga puluh itu tiada dapat kelihatan bulan yang baru itu dari sebab kecilnya atau sebab ketutup awan mega sekalipun bulan yang baru itu pada hisabnya sudah tinggi. Maka jika tiada kelihatan, maka wajib di malam itu dijadikan malam ketiga puluh bagi bulan yang lalu itu. Maka ketiga itulah  diketahui bahwa bulan itu hari-harinya genap tiga puluh hari, maka besok malamnya barulah agama pakai buat sehari bulan yang baru dan tiada perduli sekalipun  amat tinggi. Maka dari itu jikalau orang yang tiada mengerti perkara agama, maka ia sangka salah itu bulan sudah tinggi dibuat sehari bulan.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   Adapun perkara penglihatan bulan, maka jikalau nampak di mata orang banyak, maka tiada ada bicaranya lagi di dalam ketentuannya. Adapun jikalau tiada nampak mata orang banyak maka tiba-tiba ada saksi yang mengaku dapat lihat bulan, maka syaratnya yang tersebut dalam kitab-kitab agama yaitu bahwasanya saksi itu syaratnya adil. Dan itu orang yang adil terlalu banyak syarat-syaratnya. Hal yang ada pada zaman sekarang ini dan juga syaratnya lagi, bahwa saksi-saksi itu dapat dipercaya oleh orang-orang padanya. Karena belum tahu mendusta dan syarat pula bahwa bulan itu sampai pada watas yang boleh dapat dilihat oleh orang-orang yaitulah yang dikata (makan?). Adapun jikalau tiada dapat kedua syarat-syarat yang akhir ini, maka ketolak saksi-saksi yang mengaku lihat bulan adanya.

Maka itulah yang tersebut di dalam kitab-kitab agama yang ma’tamad adanya. Adapun perkara aturan saksi-saksi punya melihat bulan maka lihat bulan, maka telah kami karang di dalam kitab bernama Taudihul Adillah adanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar