Kamis, 12 Mei 2022

AQABAH 2.TAUBAT

 


AQABAH 2.TAUBAT


Terjemahan kitab minhahul ambidin (imam gazhali)


Wajib bagi kita, orang-orang yang menjalankan ibadah, melakukan taubat. 

Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah-Nya. Sebab diwajibkannya taubat ada 

dua hal: 

Pertama: agar kita taat. Sebab, perbuatan dosa menghalangi taat yang akan 

menghilangkan ketauhidan, menghalangi berkhidmat kepada Allah, dan 

menghalangi kita untuk berbuat kebaikan. 

Terus-menerus berbuat dosa membuat hati menjadi hitam, kelam, dan keras. 

Tidak ada kebersihan dan kejernihan, tidak akan ikhlas dan senang dalam beribadah. 

Jika Allah tidak memberikan rahmat, maka hati yang demikian itu akan menjerumuskan ke dalam kekufuran dan kecelakaan. 

Sungguh aneh! bagaimana seseorang akan taat, sedangkan hatinya keras. 

Bagaimana akan berkhidmat jika terus-menerus berbuat maksiat dan sombong. 

Bagaimana akan menghadap Allah, jika ia selalu berlumuran dengan kotor dan 

najis!? 

Tersebut dalam hadits Nabi, "Bilamana seseorang berdusta, maka 

menyingkirlah dua malaikat. Mereka tidak tahan akan bau ucapan dusta yang 

keluar dari mulutnya." Jika demikian, bagaimana lisan seperti itu dapat berdzikir 

kepada Allah 'Azza Wajalla. 

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika seseorang yang selalu berbuat 

maksiat tidak akan mendapatkan taufik. Sehingga, anggota badannya merasa berat 

untuk menjalankan, ibadah kepada Allah. Jika kebetulan menjalankannya, ia 

merasakan kepayahan, tidak dengan perasaan senang dan ikhlas. Hal itu disebabkan 

dosanya dan meninggalkan taubat. 

Benar jika ada yang mengatakan, jika tidak mampu mengerjakan shalat malam 

dan puasa, menandakan bahwa ia terbelenggu oleh dosanya. 

Kedua: agar ibadah kita diterima oleh Allah SWT. Karena, taubat merupakan 

inti dan dasar untuk diterimanya ibadah, dan kedudukan ibadah seolah-olah hanya 

sebagai tambahan. Ibarat orang yang memberikan pinjaman, ia tidak akan mau 

menerima bunganya, jika pokoknya tidak dipenuhi. Jadi, bagaimana mungkin 

kebaikan kita akan diterima jika pokoknya tidak kita kerjakan?! Bagaimana akan 

menjadi baik bila kita meninggalkan yang halal dan yang mubah, serta tidak hentihentinya mengerjakan yang haram. Bagaimana akan menjadi baik jika kita ber-




munajat dan berdoa serta memuji Tuhan, sedangkan Tuhan murka kepada kita 

dikarenakan kita selalu mengerjakan sesuatu yang menjadikan Allah murka. 

Demikianlah keadaan orang yang enggan meninggalkan perbuatan maksiat. Semoga 

Allah memberikan pertolongan kepada kita dalam bertaubat. 

Makna taubat, batasan-batasannya, dan hal-hal yang harus dikerjakan agar 

bersih dari segala dosa, adalah membersihkan hati dari segala dosa. 

Guru kami pernah mengatakan, taubat adalah meninggalkan dosa yang telah 

diperbuat dan dosa-dosa yang sederajat dengan itu, dengan mengagungkan Allah 

dan takut akan murka Allah. 

Syarat taubat ada empat: 

1. Meninggalkan dosa dengan sekuat hati dan niat. Berarti, tidak akan mengulang 

kembali sama sekali perbuatanperbuatan dosa yang pernah dilakukan. 

Jika terdapat Kemungkinan pada suatu saat akan mengerjakan kembali, maka 

belum dapat dikatakan taubat. Demikian juga jika tidak ada kepastian dalam 

niatnya, hatinya raguragu untuk menghentikan perbuatan dosa, menghentikan 

dosa hanya untuk sementara, maka belum dapat dikatakan taubat. 

2. Menghentikan atau meninggalkan perbuatan dosa yang pernah dikerjakannya, itu 

adalah menjaga, bukan taubat. Contoh, tidak benar jika dikatakan bahwa Nabi 

taubat dari kekufuran, sebab Nabi SAW. tidak pernah kufur. Yang tepat, Nabi 

menghindari kekufuran. Tetapi terhadap Umar ra., tepat jika dikatakan Sayyidina 

Umar ra. taubat dari kekufuran, karena beliau telah meninggalkan perbuatanperbuatan jahiliyah. 

3. Perbuatan dosa yang pernah dilakukannya harus setimpal atau seimbang dengan 

dosa yang ditinggalkan sekarang. Misalnya, seorang kakek yang dulunya pezina 

dan penyamun. Karena sudah tua, ia tidak mampu lagi melakukan perbuatanperbuatan itu, meskipun ia masih ingin melakukannya. Merasa tidak mampu lagi 

melakukannya, maka ia bertaubat. Pintu taubat masih terbuka baginya, karena 

pintu taubat tertutup setelah seseorang dalam keadaan sekarat. 

Jadi, cara ia bertaubat adalah meninggalkan dosa yang setimpal dengan dosa zina 

dan menyamun, yakni dosa-dosa, yang meskipun ia sudah tua, namun masih 

mampu melakukannya. Misalnya, dosa karena menggunjingkan orang lain, 

menuduh orang berbuat zina, mengadu domba, dan sebagainya. Maka, ia harus 

meninggalkan dosa-dosa itu dengan niat bertaubat dari berbuat zina dan 

menyamun. 




4. Meninggalkannya semata-mata untuk mengagungkan Allah SWT., bukan karena 

yang lain, tetapi takut mendapatkan murka Allah, serta takut akan hukuman-Nya 

yang pedih. Tidak ada maksud keduniaan, tidak takut kepada orang lain, juga 

bukan takut dipenjarakan. Jika taubat karena hanya takut dipenjara, berarti .ia 

taubat kepada penjara, bukan terhadap Allah. 

Jadi, taubat adalah semata-mata takut akan murka Allah, bukan takut 

dipenjarakan atau bukan karena tidak mempunyai uang. Tetapi, jika ia punya uang 

akan melakukannya lagi, dan sebagainya. 

Itulah syarat-syarat taubat dan rukun-rukunnya. Apabila keempat syarat 

tersebut berhasil diamalkan sepenuhnya, maka itulah taubat yang sejati dan 

sesungguhnya. Dan itulah yang dimaksudkan al-Qur'an dengan taubatan nasuha. 

Hakikat taubat dari tiap-tiap dosa, ada sepuluh perbuatan untuk 

menyempurnakannya, kecuali jika orang tersebut ahli taubat, disebabkan takut 

melakukan dosa yang tidak ia ketahui. 

Perbuatan pertama yang harus dilakukan dalam bertaubat adalah, tidak lagi 

melakukan dosa tersebut. Selanjutnya, tidak akan menceritakan lagi. Jadi, bukan 

hanya berhenti berbuat dosa, akan tetapi menceritakan pun tidak. 

Setelah itu, tidak bergaul lagi dengan orang-orang yang menyebabkan dirinya 

berbuat dosa. Bahkan, jika perlu mengasingkan diri (pindah) ke daerah lain dengan 

maksud menjauhi kawan-kawan yang dahulunya suka mengajak berbuat dosa. 

Kemudian, di sana benar-benar taubat dari segala perbuatan dosa. Hal-hal yang 

sekiranya dapat menarik dirinya berbuat seperti itu ditinggalkannya sama sekali. 

Lantas, ia tidak akan melihat dan menjamah lagi tempat-tempat di mana 

dirinya pernah berbuat dosa. Kini, dirinya benar-benar membenci tempat-tempat 

yang pernah menjerumuskannya ke jurang kenistaan. 

Karena sudah bertaubat, ia tidak mau mendengarkan orang yang sedang 

memperbincangkan perbuatan maksiat. Ia pergi menjauhinya atau menutup 

kupingnya, sebab kini ia benar-benar membencinya. Kemudian, ia taubat dari 

keinginan hati, dan inilah yang paling sulit. 

Berarti, hatinya harus tertutup sama sekali. Jika terdapat dorongan untuk 

melakukannya, ia mampu menahan. Berarti, ia memperoleh kemenangan, dan inilah 

taubat yang paling sempurna. 

Kemudian ia taubat dari kelalaian yang terdahulu. Karena taubat yang pertama 




dirasa kurang memenuhi persyaratan. Jika dalam taubat yang pertama tidak 

sepenuhnya karena Allah, kini ia taubat kembali. 

Setelah itu, taubat dari kesombongan karena dapat bertaubat. Sebab, ada 

orang yang bangga dengan taubatnya, mengagumi dirinya yang telah bertaubat. 

Ibarat pelukis mengagumi lukisannya, mengagungkan hasil karyanya! Ia begitu 

bangga dengan taubatnya. Alangkah sempurna taubatku tempo hari. Berarti, 

taubatnya tidak didasarkan lillaahi Ta’ala. Dengan demikian, ia harus bertaubat lagi. 

Kemudian meng-Esa-kan Allah Ta'ala agar bersih dan benar-benar karena Allah. 




MUKADDIMAH TAUBAT 

Taubat yang dijalankan tanpa adanya pendahuluan akan terasa berat. Oleh 

sebab itu, dalam bertaubat terdapat tiga pendahuluan. 

1. Kita menyadari bahwa dosa adalah sesuatu yang amat buruk. 

2. Sadar dan ingat akan kerasnya hukuman dan murka Allah. Karena 

beratnya, kita tidak akan mampu dan kuat menghadapi hukuman serta 

murkanya. 

3. Menyadari kelemahan dan kurangnya tenaga kita untuk menahan semua 

itu. 

Menghadapi teriknya matahari, gigitan semut, tamparan polisi, orang akan 

merasa kesakitan. Bagaimana mungkin manusia kuat menahan panasnya api 

neraka? Belum lagi siksa dari Malaikat Jabaniyah, gigitan ular yang besarnya tidak 

kurang dari leher unta, gigitan kalajengking sebesar kuda binal. Semuanya adalah 

ciptaan Allah dari api tempat murka-Nya dan tempat kecelakaan. Na'udzu billah! ! 

Dengan mengingat semua itu, akan memudahkan kita untuk bertaubat. Akan 

tetapi, jika tidak ingat, apalagi jika tidak percaya akan adanya neraka, tidak mungkin 

seseorang mau bertaubat. Bahkan, ia akan mengejek orang-orang yang bertaubat. 

Hal itu disebabkan lemahnya iman. Padahal, al-Qur'an banyak menceritakan 

betapa pedihnya adzab neraka. Jadi, adanya neraka itu sudah jelas, bukan sekadar 

omong kosong. 

Jika kita selalu mengingat tiga hal di atas, direnungkan siang malam, akhirnya 

kita akan terdorong melakukan taubat yang nasuh, taubat yang sebenar-benarnya. 

Apabila ada yang bertanya, bukankah Nabi telah bersabda bahwa menyesal 

adalah taubat. Dan beliau tidak mengatakan syarat-syaratnya seperti dijelaskan di 

atas? Sebab, menyesal tidak bisa dibuat-buat. Sepintas lalu menyesal sangatlah 

mudah. Akan tetapi, jika tidak didahului dengan mukaddimah, penyesalan itu hanya 

di bibir saja. Sebab, tidak cukup hanya dengan mengatakan "aku menyesal", 

melainkan harus keluar dari hati yang tulus, karena penyesalan yang tidak keluar 

dan hati, adalah palsu. .. 

Jadi jelas, taubat harus didasari dengan mukaddmiah, seperti telah disebutkan 

di atas. Sebab, menyesal tidak bisa dibuat-buat. Suatu saat, kita tidak mau menyesal, 

akan tetapi tiba-tiba merasa menyesal. Pada saat lain, kita ingin menyesal, namun 

penyesalan itu tidak datang juga.




Misalnya, kita memberikan sedekah uang sejumlah satu Juta rupiah, kemudian 

menyesal, padahal kita tidak mau menyesal. 

Lain halnya dengan taubat. Taubat dapat kita sengaja, dan memang 

diperintahkan. Oleh karena itu, tidak dapat dikatakan taubat orang yang menyesali 

dosanya. Sebab, dosa menjadikan kedudukannya rendah, atau mengakibatkan 

hartanya hilang. 

Dengan demikian, arti yang terkandung dari. perkataan menyesal pada hadits 

Nabi tidak hanya bisa dipahami dan lahirnya, karena arti yang dimaksudkan adalah 

menye.sal karena mengagungkan Allah SWT., takut akan siksa-Nya, sehingga 

mendorong kita bertaubat dengan sebenar-benar taubat.

Yang demikian itulah perbuatan dan Sifat para ahli taubat, yang bila teringat 

ketiga mukaddimah ia merasa menyesal, dan penyesalannya itu mendorong untuk 

meomggalkan perbuatan dosa selama-lamanya. Kemudian, perasaan Itu 

memmbulkan pula dorongan baginya untuk bermohon dengan merendahkan diri, 

serta mengagungkan Tuhannya. 

Penyesalan seperti itulah yang dimaksudkan dengan taubat dalam hadits Nabi. 

Camkan dan amalkan, Insya Allah kita akan mendapatkan taufik-Nya. 

Kemudian, bagaimana mungkin seseorang menjaga dirinya agar tidak berdosa 

sama sekali. Hal itu adalah mungkin, tidak mustahil. Sebab. tidak sulit bagi Allah 

memberikan rahmatNya kepada yang dikehendaki-Nya. 

Selanjutnya, sebagian syarat taubat adalah meninggalkan perbuatan dosa. 

Akan tetapi, jika masih terjadi dengan tidak disengaja, dikarenakan lupa atau 

kesalahan, Allah akan mengampuriinya. Yang demikian itu mudah saja bagi orang 

yang mendapatkan taufik dari Allah, untuk bisa bersih dari sifat lupa dan salah. 

Jika ketika hendak bertaubat merasakan adanya kemungkinan untuk berbuat 

dosa, sehingga taubatnya tidak bermanfaat, sesungguhnya hal itu adalah tipu daya 

setan. Sebab, jika kita mengetahui akan berbuat dosa kembali setelah bertaubat, 

padahal ada kemungkinan setelah bertaubat kita akan dipanggil ke rahmatullah, 

yakni sebelum kembali berbuat dosa. Dengan demikian matinya dalam keadaan 

bahagia, bebas dan bersih dari dosa, yakni mati dalam keadaan husnul khatimah. 

Namun, jika seseorang takut kembali berbuat dosa, haruslah mempunyai tekad 

yang pasti dan niat yang kokoh, bahwa dirinya benar-benar takut kembali berbuat 

dosa. Mudah bagi Allah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya untuk 

menyempurnakan niat itu, sehingga dirinya tetap dalam keadaan taubat dan tidak 




kembali berbuat dosa. Dan dosa-dosanya yang dulu telah diampuni oleh Allah SWT. 

Dengan mengingat bahwa ampunan dan pembersihan dosadosa itu adalah 

suatu keuntungan dan faedah yang amat besar bagi kita, maka hal itu merupakan 

alat guna menghilangkan perasaan takut kembali melakukan perbuatan dosa, dan 

melanjutkan niat untuk bertaubat. Sesungguhnya Allah Mahakuasa, Maha Pemberi, 

Maha Pemurah untuk menunjukkan jalan yang benar.

Sedangkan dosa itu sendiri terbagi atas tiga bagian: 

1. Dosa karena meninggalkan pekerjaan yang diwajibkan oleh Allah. Seperti 

meninggalkan shalat. Atau, jika mau mengerjakan dengan mengenakan 

pakaian najis, dan dengan niat yang tidak benar. Meninggalkan puasa, 

meninggalkan zakat, dan lain sebagainya. Jalan keluarnya adalah secara 

berangsur-angsur membayarnya sebanyak dan sekuat mungkin dari yang 

telah ditinggalkan. 

2. Dosa antara kita dengan Allah. Seperti minum-minuman keras, memukul 

tabuhan yang membuat kita lupa kepada Allah, makan riba dan 

sebagainya. 

Jalan keluarnya adalah, setelah kita melakukannya, kemudian menyesali 

dan berniat dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulang kembali 

untuk selama-lamanya. Kemudian mengerjakan kebaikan yang setimpal 

dengan dosa-dosa yang telah diperbuat, sebagaimana sabda Rasulullah 

SAW.: 

Bertakwalah kamu dalam keadaan bagaimanapun. Dan iringilah 

kejahatan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan 

menghapuskannya, dan gaulilah manusia dengan akhlak yang baik. (H. 

R. Turmudzi). 

Firman Allah dalam al-Qur'an: 

.... Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu 

menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk ... (Hud. 

114). 

Karenanya, hapuslah dosa minum arak dengan mensidkah-kan minuman 

halal yang lebih baik. Dan tertebus dosa karena sering mendengarkan bacaan 

ayat-ayat alQur'an, atau mendengarkan berbagai ilmu pada tiap-tiap majlis 

dzikir dan ilmu. Jika seseorang pernah duduk di dalam masjid, padahal ia 

sedang junub, tebuslah dengan i'tikat sambil memperbanyak ibadah. Dan jika 

pernah memakan riba, tebuslah dengan memperbanyak sedekah berupa 




makanan yang halal. 

Demikian seterusnya, meskipun menghitung-hitung dosa itu tidak akan 

pernah tepat. Namun, ini adalah suatu cara untuk mengimbanginya. Ibarat 

mengobati penyakit panas dengan obat yang dapat membuatnya dingin, agar 

terwujud keseimbangan yang diperlukan. Demikian pula jika hati menjadi hitam 

karena dosa, tidak akan ada yang menghapuskannya selain cahaya yang 

memancarkan dari pekerjaan taat. Selain itu, raja dan percaya kepada Allah 

sangatlah penting. Begitulah kedudukan dosa seorang hamba terhadap Allah. 

3. Dosa antar sesama. Hal itu yang paling sukar dan berat, sebab hal itu 

timbul dari lima perkara: 

1) Menyangkut urusan harta. 

2) Masalah pribadi. 

3) Masalah perasaan. 

4) Masalah kehormatan. 

5) Masalah agama. 

Dosa yang timbul dari masalah harta, seperti mengghashab atau khianat,

memalsukan barang, mengurangi takaran, memeras buruh, dan lain sebagainya. 

Untuk membersihkan dosa-dosa tersebut, wajib mengembalikan hakhak itu kepada 

masing-masing pihak yang telah dirugikan. Jika tidak mampu, karena fakir, wajib 

baginya meminta agar dihalalkan dari orang-orang yang bersangkutan. Dan jika ini 

pun tidak bisa dilakukan karena yang bersangkutan telah meninggal dunia misalnya, 

hendaknya sebanyakbanyaknya melakukan sedekah. Jika hal ini pun tidak mampu 

dilakukan, perbanyaklah melakukan kebaikan, sehingga dalam perhitungan di 

akhirat nanti kebaikannya cukup memadai untuk menggantikan hak-hak yang

bersangkutan. 

Itulah jalan yang harus ditempuh oleh setiap individu yang bertaubat guna 

mengembalikan hak-hak orang yang dizhalimi. Kemudian, bermohonlah dengan 

kerendahan hati, lahir dan batin, semoga Allah menjadikan yang bersangkutan 

meridhainya pada hari kiamat. 

Sedangkan dosa yang ditimbulkan karena berbuat zhalim terhadap orang lain, 

seperti membunuh, memfitnah, hendaknya kamu memberikan kesempatan kepada 

walmya untuk membalas atau memaafkannya. Jika hal itu tidak dapat dilaksanakan, 

kembalilah kepada Allah. dan mohon dengan ikhlas agar yang bersangkutan 




meridhaimu pada hari kiamat. 

Adapun berbuat zhalim terhadap perasaan orang lain, seperti mengumpat, 

menggunjing, menuduh, atau memaki, hendaknya kamu memberitahtrkan kepada 

orang yang mendengarkan, bahwa sesungguhnya telah berbohong. Setelah itu 

mintalah maaf kepada orang yang telah dirugikan. Tetapi, jika hal itu tidak dapat 

dilakukan karena khawatir yang bersangkutan akan marah, atau akan merumbulkan 

fitnah, maka bermohonlah kepada Allah agar yang bersangkutan meridhaimu. 

Setelah itu, berbuatlah kebaikan sebanyak-banyaknya sebagai pengganti atas sakit 

hatinya, dan perbanyaklah membaca istighfar untuk yang bersangkutan. 

Sedangkan zhalim karena melanggar kehormatan orang lain, seperti 

mengkhianati kehormatannya atau anak istri dan kerabatnya, tidak ada jalan lain 

kecuali minta maaf kepada yang bersangkutan. Sebab, hal Itu akan menmibulkan 

fitnah dan kemarahan yang sangat. Satu-satunya Jalan adalah mohon kepada Allah 

agar yang bersangkutan meridhaimu, dan agar memberikan kebaikan yang setimpal

dengan kerugiannya. Akan tetapi, sekiranya aman dan fitnah, meminta maaf kepada 

yang bersangkutan adalah lebih utama. 

Adapun zhalim dalam urusan agama, seperti mengkufurkan orang lain, membid'ah-kannya, atau menuduhnya sesat, penyelesaiannya cukup sulit. Sebab, yang 

bersangkutan harus mengakui kebohongannya, kemudian meminta maaf jika hal itu 

mungkin dilakukan. Tetapi jika tindakan itu tidak mungkin dilakukan, bermohonlah 

dengan ikhlas kepada Allah agar yang bersangkutan memaafkanmu. 

Dalam masalah ini, apabila kamu dapat meminta maaf kepada yang 

bersangkutan, lakukanlah. Akan tetapi, jika tidak mungkin, mintalah kepada 

Allah dengan merendahkan diri, serta memperbanyak sedekah kepada orang 

fakir dengan harta yang halal, agar Allah menjadikan yang bersangkutan 

memaafkanmu. 

Sesungguhnya, keadaan yang demikian itu karena kehendak Allah, yakni 

pada hari kiamat. Dengan mengharapkan karunia-Nya yang agung serta ihsanNya yang adil, mudah-mudahan akan diketahui kebenaran hati hambaNya, agar 

Allah menjadikan yang bersangkutan ikhlas menerima segala karunia-Nya yang 

telah dilimpahkan kepada orang-orang Mu'min dalam menolak kezhaliman, 

seperti telah diriwayatkan oleh Sayyidina Anas ra. 

"Pada suatu hari, kami melihat Rasulullah SAW. sedang duduk. Kemudian 

beliau tertawa gembira sekali. Maka, Sayyidina Umar ra. bertanya, 

'Mengapa Rasulullah tertawa?' Jawab Rasulullah, 'Ada dua orang umatku 




menghitung-· hitung haknya. Yang seorang berkata, ya Allah berikanlah 

kepadaku hakku yang dizhalimi oleh saudaraku ini'. Maka, Allah SWT. 

berfirman, 'Berikanlah haknya yang telah engkau zhalirni itu.' Kata yang 

dituntut, 'Ya Rabbi, kebaikan ku telah habis, maka tidak ada lagi untuk 

membayar kepada saudaraku ini. Yang menuntut menjawab, jika demikian 

dia harus menanggung dosa-dosaku sebagai gantinya.' Sambil meneteskan 

air mata, Rasulullah SAW. melanjutkan ceritanya, 'Kemudian Allah 

berfirman, 'Angkatlah kepalamu dan lihatlah surga.' 

Setelah melihatnya, si penuntut berkata, 'Ya Rabbi, aku telah melihat kotakota yang berlantaikan perak, gedung-gedung indah terbuat dari emas dan 

bertahtakan ratna mutu manikam yang elok. Apakah semua itu untuk Nabi, atau 

untuk yang mati syahid?' Allah berfirman, 'Engkau pun dapat membayarnya, yaitu 

dengan mengampuni saudaramu yang telah men-zhalimimu.' Jawab si penuntut, 

'Jika demikian, maka sekarang juga saya memaafkannya Ya Rabbi.' Allah 

berfirman, 'Tuntunlah tangannya dan masuklah kalian ke dalam surga.' 

Kemudian Rasulullah SAW. bersabda, 'Bertakwalah kamu dan tuluslah di 

antara kamu, sebab Allah menyukai ketulusan dan kerukunan di antara kaum 

Mu'minin."

Imam Ghazali berkata, "Ini suatu peringatan bahwa kebahagiaan hanya bisa 

didapat oleh orang yang berakhlak, yaitu akhlak yang diridhai Allah. Di 

antaranya, rukun antarsesama, dengan mudah memberikan maaf... kepada 

orang lain dan sesamanya. " 

Untuk itu, ketahui dan perhatikanlah percakapan di atas, dan penuhilah 

haknya. Mudah-mudahan, kita mendapat petunjuk dari Allah. 

Selanjutnya, bila seseorang telah mampu mengamalkannya segala yang 

telah kami sebutkan di atas, dan hati telah bersih dari keinginan melakukan 

perbuatan dosa, berarti ia telah bersih dari dosa-dosa itu. 

Namun, jika semua hal telah dilaksanakan, tetapi belum menunaikan 

kewajiban yang selama ini ditinggalkan, seperti shalat, puasa, dan sebagainya, 

serta belum mengembalikan hak orang yang dizhalimi, maka hak-hak itu tetap 

menjadi tanggungannya, dan ia harus membayarnya. Sedangkan dosadosa 

selain itu, Allah telah mengampuni dengan taubat. 

Memang, penjelasan mengenai taubat ini cukup panjang. 

Kitab Minhajul 'Abidin yang ringkas ini tidak akan cukup memuat semua 

keterangannya. Jika pembaca mengingiRkan uraian panjang lebar, bacalah Bab




Taubat yang telah kami jelaskan dalam buku lbya' Ulumuddin, al-Qurbab, dan 

Kitab al-Gbayatul Quswa. Insya Allah, pembaca akan menemukan faedah yang 

lebih besar dan keterangan-keterangan yang cukup jelas mengenai masalah 

taubat. 

Namun kami sayangkan, kitab-kitab itu kini tidak mudah kita dapatkan. 

Padahal, kitab karangan Imam Ghazali tidak kurang dari tiga ratus judul. Tetapi 

yang bisa kita dapatkan saat ini hanya tidak lebih dari duapuluh buah. 

Sedangkan yang kami muat dalam buku ini hanyalah berupa pokok-pokoknya 

yang wajib kita ketahui. Dan kepada Allah-lah kita mohon pertolongan. 

Selanjutnya, perlu diketahui bahwa tahapan taubat merupakan tahapan yang 

sulit, mengingat masalahnya sangat penting, serta bahayanya pun besar. 

Imam Ghazali pernah mendengar ucapan seorang ulama yang tinggi ilmunya 

serta mengamalkannya, yakni al-Ustadz Abu Ishaq al-Asfarayani. Beliau berkata, 

"Aku telah berdoa selama tigapuluh tahun agar Allah melimpahkan taufik taubat 

nasuha, hingga aku merasa keheranan. Subhanallah, suatu hajat yang telah aku 

minta selama tigapuluh tahun hingga sekarang belum juga diberi. Kemudian aku 

merasa seolah-olah dalam keadaan mimpi, dan aku mendengar perkataan ini, 'Ya 

Abu Ishaq, herankah engkau tentang hal itu. Tahukah engkau, perrnohonanmu itu 

adalah agar Allah mencintaimu. Tidakkah engkau mendengar bahwa Allah sangat 

mencintai orang yang bertaubat dan bersih kelakuannya. Apakah engkau mengira 

bila seseorang ingin disukai merupakan pekerjaan mudah. Lihatlah akan ketekunan 

dan perhatian para Imam dalam memperbaiki hatinya, dan mereka bersiap-siap 

menyediakan bekal untuk akhirat. " 

Sedangkan bahaya yang ditakutkan dengan mengakhirkan taubat adalah, 

karena dosa, pada mulanya membuat hati menjadi keras, yang akhirnya membawa 

dalam kecelakaan. Na'udzu billah. Oleh sebab itu, janganlah kita melupakan kisah 

iblis yang dahulunya mempunyai kedudukan baik, ahli ilmu dan ibadah, tetapi 

karena dosanya, akhirnya ia jatuh dalam keadaan yang sangat hina dan kufur. 

Demikian pula yang dialami oleh Bal'am bin Ba'ura yang tergoda oleh harta benda 

karena disuruh mendoakan agar Nabi Musa celaka, sehingga ia merugi dan celaka 

untuk selama-lamanya. 

Kita harus sadar dan bersungguh-sungguh dalam beramal. Mudah-mudahan 

kita dapat melepaskan akar-akar israr yang bersarang di dalam hati, dan dapat 

membersihkan diri dari segala dosa. Dan jangan sekali-kali merasa aman dari 




kerasnya hati yang disebabkan oleh dosa-dosa itu. Kemudian, merenunglah tentang 

keadaan diri kita. Jika merasa terdapat dosa, segeralah bertaubat, dan jika selamat 

dari dosa, bersyukurlah kepada Allah dengan mengerjakan taat. 

Sebagian orang saleh mengatakan bahwa hitamnya hati disebabkan karena 

mengerjakan perbuatan-perbuatan dosa. Adapun tanda hitamnya hati seseorang 

adalah, tidak takut dan terkejut mengerjakan perbuatan berdosa, serta tidak 

merasakan manisnya mengerjakan taat, dan kebal nasihat. 

Janganlah meremehkan dosa, sehingga menganggap diri kita sudah bertaubat. 

Padahal, sesungguhnya terus menerus mengerjakan perbuatan dosa besar 

dikarenakan memandang kecil dosa tersebut. 

Kahmas bin Hasan pernah berkata, "Aku pernah melakukan satu dosa, lalu 

menyesal dan menangis selama empat puluh tahun." Orang bertanya, "Apa dosamu 

itu ya Abu Kahmas?" Jawabnya, "Pada suatu hari aku kedatangan seorang tamu, lalu 

aku membeli ikan goreng untuk menjamunya. Setelah tamu itu selesai makan, untuk 

membersihkan aku ambilkan segumpal tanah milik tetanggaku tanpa seizin 

empunya." 

Cobalah kita merenungkan keadaan diri masing-masing Instrospeksi sebelum 

dihitung pada hari klamat, dan segeralah bertaubat sebelum ajal menjemput. Sebab, 

ajal tidak akan kita ketahui kedatangannya, sedangkan dunia Ini hanyalah tipuan. 

Nafsu, dan setan adalah dua musuh kita, rendahkan hati dan mohonlah kepada 

Allah. 

Kita masih ingat kisah Nabi Adam. Ia diciptakan oleh Allah dan diberi ruh, 

kemudian diangkat oleh malaikat ke dalam surga. Tetapi, hanya sekali berbuat 

kesalahan yang tidak disengaja menyebabkan beliau diturunkan ke dunia. Dan Allah 

berfirman kepada Adam, "Hai Adam, Aku ini tetangga macam apa bagimu?" 

Jawab Adam, "Tetangga yang paling baik bagiku!" Allah berfirman, "Ya Adam, 

keluarlah engkau sekarang juga dari ketetanggaan-Ku, dan tanggalkan dari 

kepalamu mahkota kemuliaan dari-Ku. Sebab, orang yang melanggar larangan-Ku 

tidak berhak menjadi tetangga-Ku." 

Menurut sebuah riwayat, setelah itu Nabi Adam menangis sampai duaratus 

tahun lamanya. Hingga Allah menerima taubatnya dan Allah mengampuni 

kesalahannya yang hanya sekali itu, yakni memakan buah yang dilarang karena 

bujukan iblis. 

Begitulah sikap Allah terhadap Nabi dan pilihan-Nya. Bagaimana halnya 




dengan orang biasa yang bukan Nabi, dan mempunyai dosa yang tidak terhitung 

banyaknya dan tidak mau bertaubat? 

Demikianlah permohonan orang yang bertaubat dan menjerit dalam 

hatinya seperti Nabi Adam. Maka, bagaimana keadaan orang yang terus 

menerus berbuat dosa dan tidak bertaubat serta sesat? 

Sungguh indah sya 'ir di bawah ini: 

Orang yang bertaubat merasa khawatir akan dirinya. Bagaimana 

dengan orang yang enggan bertaubat? 

Jika seseorang telah bertaubat, kemudian kembali melakukan perbuatan 

dosa - karena setan akan terus dan terus menggoda, terutama kepada orangorang yang telah bertaubat. Setan sangat membenci dan akan selalu menggoda 

agar kembali berbuat dosa - jika hal itu terjadi, segeralah bertaubat kembali 

serta berkatalah dalam hati, semoga dirimu mati sebelum kembali berbuat dosa. 

Demikainlah seterusnya hingga ketiga atau keempat kalinya. 

Sebagaimana kita sering berbuat dosa, maka harus sering pula bertaubat. 

Dan keinginan atau niat bertaubat itu jangan sampai lebih lemah dari keinginan 

atau niat melakukan dosa. Jangan sekali-kali berputus asa dari rahmat dan 

ampunan Tuhan. 

Selain itu, jangan mudah dihalangi setan untuk bertaubat dan berdosa 

kembali. Sebab, seringnya melakukan taubat merupakan pertanda baik. 

Rasulullah SAW. bersabda: 

Yang baik di antara kamu adalah yang sering tergoda tetapi 

selalu bertaubat, selalu kembali kepada Allah dengan perasaan 

menyesal atas dosanya dan dengan disertai istighfar. 

Firman Allah Ta'ala: 

Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya 

dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada. Allah, niscaya ia 

mendapati Allah Maha Pengampun lagt Maha Penyayang. (an-Nisa': 

110). 

Hal itu adalah yang terpenting, dan pada. Allah jua taufiknya. 

Kesimpulan: Jika seseorang mulai bertaubat, buang dosa-dosa itu dari 

hatinya, dan kuatkanlah mat dalam hati untuk tidak akan kembali mengerjakan 

perbuatan dosa, kecuali JIka terjadi dengan tidak disengaja, yang sudah barang 

tentu Allah mengetahui dari niat yang sebenarnya, yang timbul dan hati yang 




tulus. Selanjutnya, maafkanlah lawan-lawanmu, kemudian meng-qadha shalat 

dan puasa yang tertinggal. Bermohonlah kepada Allah dengan sepenuh hati agar 

Allah mencukupkan dan memaafkan segala yang tidak dapat kita penuhi dan 

segala kekurangan itu. 

Kemudian, bacalah doa di bawah ini: 

Wahai Tuhanku, inilah hamba-Mu yang mengembara kembait 

menghadap rahmat-Mu, yang maksiat kembali kepada kebenaran, 

hamba-Mu yang berdosa menghadap dengan memohon ampunan. 

Ampunilah aku dengan kemurahanMu, dan terimalah aku dengan 

karunia-Mu, dan pandanglah aku dengan rahmat-Mu. Ya Allah, 

ampunilah dosa-dosaku yang telah lalu, dan peliharalah sisa-sisa 

hidupku. Sungguh, segala kebaikan itu seluruhnya berada pada-Mu, 

dan Engkau adalah paling penyayang dan Maha mengasihi kami. 

Dan dilanjutkan del}gan membaca doa Syiddab di bawah ini. 

Ya Allah, yang menampakkan berbagai permasalahan yang 

besar-besar, yang penghabisan dituju oleh kaum yang kebingungan. 

Ya Allah, yang sangat kuasa, jika menghendaki sesuatu, maka sudah 

cukup dengan berfirman, "Yakni kamu", berarti ia ada. Dosa-dosa 

telah menggeluti kami, dan Engkau yang kami mohonkan 

mengampuninya. Ya Allah, yang kami mohonkan untuk menghapuskan 

berbagai kesulitan, aku menyediakan diri, terimalah taubatku, karena 

Engkau adalah Penerima taubat dan Maha Pengasih. Ya Allah, yang 

tidak diragukan dengan urusan yang banyak, dan dengan pendengaran 

yang sempurna. Wahai Allah yang tidak pernah salah dengan 

banyaknya peminta: Ya Allah yang tidak pernah merasa bosan 

menerima permmtaan yang terus-menerus, curahkanlah kepadaku 

perasaan tenang karena ampunan-Mu dan lezatnya ampunan-Mu 

dengan rahmat-Mu. Ya Allah yang Maha Pengasih dari semua yang 

mengasihi. Engkau adalah Maha Kuasa, atas segala sesuatu.

Kemudian bacalah shalawat atas Nabi Muhammad SAW. dan 

keluarganya. Lalu, meminta ampunan bagi seluruh kaum Mu'minin, kemudian 

kembali taat kepada Allah SWT. 

Jika seseorang telah memulai mengerjakan hal-hal tersebut, berarti benarbenar telah taubat dan bersih dan segala dosa seperti keadaan bayi yang baru lahir. 

Allah pun mencintainya dan memberikan pahala, berkah dan rahmat yang tidak 

dapat dilukiskan banyaknya. Kemudian, terwujudlah ketenteraman baginya dari 

segala rasa takut, bebas dari kerusakan, terlepas dari murka-Nya, selamat dari 

pahitnya maksiat dan siksa-Nya, di dunia maupun di akhirat. Berarti ia telah 

melewati aqabah ini dengan izin Allah, dan Allah jualah Pemberi hidayah dengan 

belas kasihan dan fadhilah-Nya




Tidak ada komentar:

Posting Komentar