TAREKAT QADIRIYYAH WA NASABANDIA.
SYAIKH ABDUL WAHAB ROKAN:
Sejarah, Ajaran, Amalan, dan Dinamika Perubahan
L. Hidayat Siregar
Fakultas Tarbiyah IAIN Sumatera Utara
Jl. Willem Iskandar Pasar V Medan Estate, 20371
e-mail: lindunghidayatsiregar@yahoo.com
Abstract: Tarekat Naqsyabandiyah Syaikh Abdul Wahab Rokan: history, teachings, practice and its dynamics of change. The Tarekat Naqsyabandiyah in North Sumatra was first developed by Syaikh Abdul Wahab Rokan. In reality, such teaching of tarekat developed by him has changed the lives of its followers in Babussalam socially to a more prosperous course. In this article, the writer traces the history, teaching and practice of tarekat Naqsyabandiyah Syaikh Abdul Wahab Rokan in Babussalam as well as analyzes the dynamics of change there in. The author argues that the application of the teaching of tarekat Naqsyabandiyah Syaikh Abdul Wahab Rokan which emphasizes that the material world is not the only matter in life has become an avenue for creating a balance between the profane and eternal dimensions of life.
Kata Kunci: Tarekat, Naqsyabandiyah, Syaikh Abdul Wahab Rokan
Pendahuluan
Naqsyabandiyah adalah sebuah tarekat yang berkembang pesat di Indonesia termasuk di Sumatera Utara. Tidak diketahui secara pasti kapan tarekat ini masuk ke daerah Sumatera Utara, namun jika dikaitkan dengan kompleks pasantren kaum sufi persulukan Babussalam, masyarakat Sumatera Utara lebih sering menyebutnya Basilam, tarekat Naqsyabandiyah memasuki daerah ini menjelang pertengahan abad ke-13 H/19 M. Hal ini dikaitkan dengan berdirinya suluk1. di Babussalam, Langkat, Sumatera Utara, atas kerjasama Sultan Musa, dari Kesultanan Langkat dengan Syaikh Abdul Wahab Rokan (1811 M-1926 M) sebagai pemimpin (Syaikh) persulukan tersebut.2 Munculnya tarekat Naqsyabandiyah di Basilam dibawa oleh Syaikh Abdul Wahab yang berasal dari Rokan, Riau. Untuk mengembangkan ajaran tarekat Naqsyabandiyah, Syaikh Abdul Wahab memulainya di Rokan hingga ke sepanjang pesisir pantai Timur Sumatera- Siak, Tembusai di Riau sampai ke Kerajaan Kota Pinang, Bilah Panai, Asahan, Kualuh, Deli Serdang hingga ke Basilam di Langkat-. Di Besilam Syaikh Abdul Wahab membangun desa dan madrasah Babussalam guna pengembangan ajaran tarekat, walaupun sempat meninggalkan Babussalam karena dituduh melakukan pemalsuan uang oleh penguasa Belanda pada masa itu, ia akhirnya kembali lagi ke Babussalam melalui undangan Sultan Langkat.
Kampung Basilam dihuni oleh penduduk yang heterogen, terdiri dari berbagai macam suku, seperti Melayu, Mandailing dan Jawa. Agar masyarakat hidup tentram dan damai dibuat suatu peraturan yang disebut Peraturan-peraturan Babussalam. Berdasarkan silsilah4 tarekat Naqsyabandiyah ini menduduki urutan ke-17 dari pendiri tarekat tersebut yakni Baha’ al-Dîn al-Naqsyabandiyah, dan urutan yang ke-34 dari Nabi Muhammad SAW.5 Pokok Ajaran Syaikh Abdul Wahab Rokan adalah keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat. Kegiatan yang dilakukan Syaikh Abdul Wahab Rokan dan pengikut tarekatnya tidak hanya berzikir dan bersuluk. Syaikh Abdul Wahab Rokan juga membuka perkebunan karet, jeruk manis dan lada hitam, mengembangkan peternakan dan perikanan serta mendirikan percetakan 6. Syaikh Abdul Wahab Rokan juga melibatkan diri dalam urusan politik. Beliau mempunyai hubungan dengan tokoh-tokoh pergerakan Islam, seperti HOS Cokroaminoto dan Raden Gunawan, yang mendirikan Syarikat Islam (SI) pada tahun 1912 kemudian menjadi Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).7 Pada tahun 1913 ia mengutus dua orang puteranya ke musyawarah SI di Jawa dan kemudian mendirikan Syarikat Islam cabang Babussalam di mana Syaikh Abdul Wahab Rokan menjadi salah seorang pengurusnya. Keraguan sebahagian kalangan terhadap tarekat di satu sisi, dan keberhasilan tarekat Naqsyabandiyah dalam membangun tatanan kehidupan sosial pengikutnya di sisi yang lain, menawarkan satu bidang pembahasan yang sangat menarik dan membutuhkan Satu eksposisi tersendiri. Kebutuhan inilah yang akan dijawab tulisan ini, meliputi tokoh tarekat Naqsyabandiyah Sumatera Utara, Syaikh Abdul Wahab Rokan, sejarah perkembangannya, pemikiran, amalan, dan perubahan yang dilakukannya.
〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️
1🔸Secara praktis tarekat ini disebut juga dengan suluk atau persulukan Basilam. Kata sulukberasal dari bahasa Arab (sulûk) artinya menempuh jalan. Orang yang menempuh jalan itu disebut sâlik. Maksudnya ialah orang yang berjalan menuju kedekatan dengan Allah SWT. dengan menjalankan ibadah sepanjang malam. Lihat Abdul al-Razzaq al-Kasyani, Istilâhat al-Sufiyah (Kairo : Dâr al-Ma’ârif, 1984), h. 115. Dikalangan tarekat kata suluk mengandung arti latihan
yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu untuk memperoleh keadaan dan maqâm dengan jalan memperbanyak ibadah, intropeksi diri dan berusaha memperbaiki jiwa agar dekat denganTuhan. Lihat Syekh al-Kamasykhawani, Jami’ al-Usûl fî al-Awtiyâ’ (Kairo: Dâr al-Kutub al-Arabiah,t.t.), h. 22. Lihat juga Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat (Semarang: Ramadhani, 1992),h. 121.
2🔸 H.A. Fuad Said, Syekh Abdul Wahab Tuan Guru Babussalam, cet. 8 (Medan: Pustaka Babussalam, 1998), h. 63-64. Mengenal keberadaan kerajaan Melayu di Langkat dapat dilihat pada T. Luckman Sinar, Kerajaan-Kerajaan Melayu di Sumatera Timur (Medan : Dirasat al-Ulya, 1988).
4🔸 Silsilah dalam tarekat adalah geneologi otorita spiritual. Silsilah menjelaskan jalur penerimaan tarekat oleh seseorang. Dengan demikian silsilah berfungsi sebagai identitas keotentikan ajaran, sekaligus sebagai sumber otoritas seseorang dalam tarekat. Fazlur Rahman melihat kemungkinan bahwa silsilah ini adalah adaptasi para sufi awal dari lembaga isnâd yang dikembangkan para ahli hadis untuk menjamin otoritas hadis yang mereka riwayatkan. Pada abad ke-4 H/ 10 M sufi al-Khuldi (w. 348 H/959 M) menelusuri garis asal usul ajaran mistiknya sampai kepada Hasan al- Basri (w. 110 H/ 728 M) dan dari sini, melalui sahabat Anas ibn Malik, sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Lihat Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsan Muhammad (Bandung: Penerbit Pustaka, 1984), h. 226.
5🔸 Fuad Said, Syekh Abdul Wahab, h. 129.
6🔸 Percetakan ini adalah yang pertama dalam tulisan Arab di Sumatera Utara. Ibid, h. 118.
7🔸 Fuad Said, Syekh Abdul Wahab, h. 14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar